Kita semua sudah tahu, betapa bobroknya alat utama sistem pertahanan (alutsista) yang dimiliki negeri kita yang tercinta ini. Banyak peralatan tempur seperti kapal, pesawat dan kendaraan lapis baja yang di miliki TNI sudah terlalu tua. Dan karenanya, semakin sering juga terjadi kecelakaan (terutama jatuhnya pesawat TNI-AU) yang menghilangkan dengan sia-sia nyawa prajurit TNI. Memang kita sudah membeli beberapa peralatan baru yang memiliki teknologi yang canggih seperti Sukoi TNI-AU dan Korvet kelas SIGMA milik TNI-AL. Tapi, jumlahnya masih terlalu minim untuk mampu menjaga wilayah RI. Kendala dana selalu membatasi peremajaan yang akan di lakukan oleh pihak TNI, karena mahalnya harga perunit peralatan yang akan di beli.
LautanKata
Minimnya dana yang di alokasikan untuk pertahanan bisa diakali dengan memproduksi sendiri alutsista. Selain dapat membuat sesuai keinginan kita, mempoduksi alutsista sendiri memiliki keuntungan tersendiri.
Keuntungan memproduksi alutsista sendiri:
1. Kita menguasai teknologi pembuatannya
Ada ungkapan "bisa karena biasa". Demikian juga dalam hal teknologi. Dengan selalu memproduksi alutsista sendiri, tentu kita akan menguasai teknologi pembuatannya. Bagaimana jika gagal atau banyak kekurangannya? Tidak apa-apa! Karena dengan memproduksi sendiri, ketika terjadi kegagalan maka kita mampu mengetahui letak kesalahan dan kekurangan yang menyebabkan kegagalan. Dan jika sudah tahu kesalahannya maupun kekurangannya, akan mudah untuk memperbaiki dan menyempurnakannya. Sehingga, alutsista yang diproduksi lambat laun akan menjadi produk yang mumpuni dan menjadi unggulan.
LautanKata
2. Alutsista akan selalu terbaharui
Tidak ada lagi kata uzur yang selama ini selalu mengiringi peralatan perang TNI. Jika dianggap sudah terlalu tua dari segi usia maupun teknologi, bisa diganti sewaktu-waktu karena kita memproduksi sendiri. Atau jika ada alat produksi yang lebih sempurna, bisa mengganti peralatan yang lama tanpa banyak kendala lagi.
3. Bisa di jual
Jika produk alutsisa kita sudah besar dan mendapat pengakuan dari dunia internasional, tidak sulit untuk menjualnya. Tapi alutsista yang di jual teknologinya harus di bawah alutsista yang kita pakai. Ini untuk jaga-jaga apabila produk yang di jual di kembangkan oleh si pembeli, teknologi alutsista kita masih lebih baik atau setara dengan si pembeli. Bisa juga dengan menjual alutsista yang "kita anggap" sudah uzur, baik dari segi usia maupun teknologi, tapi tentu saja masih dianggap canggih oleh negara yang tidak memiliki industri militer atau negara-negara dengan ekonomi rendah. Dengan begitu alat kita selalu lebih baik dari yang di jual. Cara ini banyak di lakukan oleh negara-negara yang mempunyai industri militer yang kuat seperti Inggris yang menjual kapal induknya yang mereka anggap sudah uzur.
LautanKata
4. Angkatan bersejata kita akan semakin kuat
Dengan alutsista yang sudah mampu di produksi sendiri, tentu akan memperbanyak jumlah alutsista yang dimiliki dan semakin memperkuat angkatan bersenjata kita. TNI akan disegani dan mendapat pengakuan internasional. Lebih-lebih jika teknologinya juga sudah "oke!". Tidak ada lagi yang berani macam-macam dengan kita. Tapi, dengan kekuatan yang besar sebisa-bisanya untuk tidak menjadi agresif. Karena pada dasarnya kekuatan bersenjata kita ditujukan untuk menjaga kedaulatan NKRI. Tidak perlu bersikap provokatif atau agresif untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain jika kekuatan kita sudah menjadi hebat. Mereka pasti akan tahu dengan sendirinya.
Dan sekarang pertanyaannya adalah, apakah kita mampu membuat alutsista sendiri? Tentu saja kita mampu. Negara kita ini memiliki banyak sekali putra-putri bangsa yang berprestasi. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya wakil Indonesia yang memenangkan Olimpiade matematika dan sebagainya. Selain itu banyak ide-ide cemerlang yang lahir dari pemikiran putra-putri bangsa. Tapi sayang, apresiasi dari pemerintah sangat minim (lagi-lagi pemerintah!). Mereka di sia-siakan dan seperti "di singkirkan" sehingga membuat seolah-olah bangsa kita belum mampu untuk menguasai teknologi yang canggih.
LautanKata
Salah satu cerita miris tentang tersia-sianya kreatifitas anak bangsa adalah apa yang dialami oleh Dradjat Budiyanto yang membuat konsep midget (kapal selam mini) yang bahkan sudah banyak mendapat pengakuan dari berbagai lembaga dalam maupun luar negeri. Salah satunya dari Howaldtswerke Deutsche Werft AG (HDW), pembuat kapal selam asal Jerman yang mengakui ketepatan rancang bangun konsep kapal selamnya. Tapi, hal itu belum cukup untuk membuka mata para pejabat, meski Dradjat juga sudah menggaransi bahwa biaya pembuatan kapal selam mininya tidak lebih dari USD 10 juta (sekitar Rp 100 miliar) yang tentu saja jauh lebih murah daripada membeli kapal selam dari negara lain yang harganya mencapai triliunan.
Dia yakin kelak temuannya dipertimbangkan oleh pemerintah dan akan menahan diri selama mungkin untuk tak melepas karyanya ke luar negeri, meski sejumlah tawaran mancanegara telah menghampirinya. Dan selama itu juga, Dradjat (dan juga kita, Rakyat Indonesia!) hanya bisa menunggu sampai orang-orang pemerintahan yang hampir tidak punya rasa nasionalisme untuk mengakui karyanya dan karya anak bangsa lainnya.
(Gambar diambil dari google)
(Gambar diambil dari google)
Oleh Jannu A. Bordineo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.