Ari dan teman-temannya berjalan menuju gerbang sekolah untuk pulang. Tidak hanya mereka saja, tapi murid lainnya juga. Meskipun keadaan ramai, tapi gerombolan Ari dan teman-temannya masih lebih ramai. Mereka menjadi perhatian murid lain.
Banyolan-banyolan segar seringkali keluar dari mulut Ari. Sesekali temannya juga menyodorkan candaan yang menyambungkan banyolan Ari. Tidak hanya kelompok mereka yang tertawa, tapi murid lain yang tidak sengaja mendengar juga ikut tertawa.
LautanKata
Di dekat gerbang, suara sepeda motor yang lewat membuat gerombolan Ari menyingkir ke pinggir jalan. Ternyata itu Bu Luluk yang juga mau pulang. Dia memencet klakson motornya dengan maksud menyapa sekaligus memperingati anak didiknya untuk lebih ke pinggir jalan.
"Tiiiit...tiiiittt......!!!" Anak-anak serta merta menyingkir ke pinggir jalan begitu mendengar bunyi klakson.
Ari yang mendengar bunyi klakson motornya Bu Luluk secara spontan langsung membalas sapaan gurunya.
"Tittit juga, Bu Guru!!!" Ari menyapa Bu Luluk dengan menirukan suara klakson Bu Luluk tanpa jeda sehingga terdengar berbeda.
Ari mengatakannya cukup jelas sehingga Bu Luluk dan murid lainnya yang ada disitu bisa mendengar. Wajah Bu Luluk merah padam mendengar itu. Teman-teman Ari menunduk menahan tawa dan Ari memasang wajah bodoh karena memang maksudnya bercanda. Sedangkan murid lainnya juga ikut tertawa, meski agak ditahan.
Bu Luluk salah sangka. Dia menghentikan laju kendaraannya dan menghampiri Ari.
"Ngomong apa tadi kamu?" bentak Bu Luluk. Dia sangat-sangat marah.
"Tit...tit juga, Bu Guru." Ari mengaatakannya lagi dengan agak berhenti ditengah-tengah perkataannya. Dia begitu santai karena merasa tidak bersalah.
"Kurang ajar, kamu! Sini ikut Ibu ke ruang BP!" Bu Luluk menarik tangan Ari. Sebisa mungkin dia menahan diri, tidak menempeleng mulut anak didiknya yang dianggap kurang ajar. Dia tidak suka kekerasan untuk menghukum muridnya.
LautanKata
Ari mengelak. "Ibu jangan negative thinking, dong! Apa salah saya? Apa tidak boleh membalas sapaan guru?"
Bu Luluk diam saja menerima pertanyaan muridnya yang bertubi-tubi.
"Kalo Ibu bilang 'Selamat pagi, anak-anak!' saya jawab 'Selamat pagi juga, Bu Luluk'. Nah, karena Ibu menyapanya pakai klakson motor, ya saya tirukan aja suaranya karena saya nggak pakai motor," kata Ari panjang lebar. Menjelaskan maksudnya kepada gurunya.
Bu Luluk masih tidak menerima alasan konyol muridnya dan tetap ingin membawa Ari ke ruang Bimbingan Konseling yang biasa untuk mengurusi siswa yang bermasalah. Tentu saja Ari tidak mau karena merasa tidak bersalah. Perdebatanpun tak terhindarkan. Mereka menjadi perhatian murid lainnya. Kejadian ini mengundang perhatian Pak Satpam yang sedang santai di posnya didekat gerbang. Dia menghampiri guru dan murid yang sedang berdebat itu. Melerai tingkah konyol yang mereka perlihatkan.
"Ada apa ini, Bu Luluk?" tanya Pak Satpam.
"Ini lho, Pak, anak ini omongannya kurang ajar," jelas Bu Luluk sambil menunjuk Ari.
Ari langsung membela diri. "Apa? Saya cuma membalas sapaan Bu Luluk."
Mereka mulai berdeat lagi. Dan Pak Satpam melerai lagi. Kemudian meminta penjelasan dari kedua belah pihak.
LautanKata
Setelah mengetahui permasalahannya, Pak Satpam memberi hukuman pada Ari dan kawan-kawannya yang sialnya masih berada di situ. Lari keliling lapangan tiga kali!
"Ini untuk peringatan. Bercanda ada batasnya, jangan kelewatan...," kata Pak Satpam yang ditujukan kepada Ari dan kawan-kawan.
"...dan untuk Bu Luluk, jangan mudah berpikir buruk. Ibu, kan, guru yang menjadi panutan siswa!" lanjut Pak Satpam mengakhiri perkataan sekaligus nasehatnya.
Cerpen oleh Jannu A. Bordineo
becanda boleh kok, asal tau batasannya :)
BalasHapusKalau becandanya ditambah emoticon dariblog saya lebih manteb deh mba :)
BalasHapusmaap
@ Sebuah Tips: Semua yg berlebihan tidak baik.
BalasHapus@ facemot: Tidak, terima kasih.
oke broo,,,
BalasHapus@JASURINOKO: Sip!!!
BalasHapus