(Ujung Dunia: Bab 0 - Akhir Adalah Awal)
Sisi Barat, Ujung Dunia. Hari ke-1000 perang. Masih terdengar tembakan-tembakan meriam jarak jauh sejak kedua konvoi bersua dua hari yang lalu. Kedua kubu masih ragu-ragu untuk keluar dari barisan masing-masing untuk menerobos konvoi musuh. Meski begitu, terlihat jelas konvoi kapal Aliansi kewalahan menghadapi gempuran kapal-kapal Koalisi yang menang jumlah.
LautanKata
Puluhan kapal dari pihak Aliansi mengalami kerusakan berat dan banyak yang nyaris tenggelam. Terutama kapal-kapal di barisan terdepan."Tuan Laksamana Nels, sudah hampir tengah hari dan semua armada sudah siap untuk menyerang!" lapor seorang prajurit pada atasannya yang sedang duduk-duduk santai sambil membaca buku. Tembakan meriam musuh yang menghujani kapalnya yang berada di barisan terdepan sama sekali tidak dihiraukannya.
Sesaat terdengar suara tembakan meriam yang lebih keras disusul dengan suara hantaman keras.
"Lambung kapal tertembak!" teriak prajurit yang memeriksa keadaan. "Tepat di atas batas air!" teriak prajurit lainnya.
Laksamana Nels meletakkan buku yang dibacanya di meja dan berdiri. Tubuhnya yang tinggi besar menjulang hampir dua meter. Kulitnya yang kehitaman menjadi semakin legam karena terlalu sering terpanggang sinar matahari. Tampangnya sangar dengan bekas luka jahitan di pipi kanannya dan rambutnya dipotong cepak.
LautanKata
"Sepertinya mereka telah menggunakan 'serbuk ajaib'," gumamnya pada dirinya sendiri. "Putar haluan! Kembangkan layar! Siapkan meriam khusus di haluan untuk menembak! Hidupkan mesin uapnya!" teriak Laksamana Nels memberi perintah. "Arah angin menguntungkan kita!!!"Kapal layar raksasa—yang dilengkapi mesin uap untuk menggerakkan roda pendayung di buritannya—itu segera berputar arah dari yang semula haluannya menghadap ke Timur dengan lambung kiri kapal—yang dipenuhi jejeran meriam—yang menghadap ke utara menjadi menghadap ke Utara haluannya. Langsung menghadap musuh dengan tiga buah meriam yang siap menembak. Melihat kapal pemimpinnya mengubah arah dan mengembangkan layar, kapal-kapal lain di barisan terdepan segera mengikutinya karena itu merupakan tanda yang sebelumnya telah diberitaukan. Sedangkan kapal di belakang barisan terdepan tinggal mengembangkan layarnya karena sudah menghadap ke Utara.
***
Konvoi Koalisi yang berada di Utara segera bereaksi atas apa yang dilakukan lawannya, konvoi Aliansi, di sebelah Selatan dari posisinya.
LautanKata
"Arah angin ke Timur Laut. Sangat menguntungkan mereka," kata seorang perwira tinggi yang sedang mengamati menggunakan teropong."Tidak masalah. Akan kita hadang dengan kapal yang bermesin uap sedangkan kapal layar biasa tetap di tempat sambil terus menembakkan meriam," sahut perwira tinggi lainnya yang bertubuh gendut dan merupakan komandan konvoi koalisi.
***
Tembakan meriam semakin ramai terdengar. Kedua konvoi sama-sama bergerak maju. Hanya saja konvoi Koalisi yang maju dengan menggunakan mesin uap tidak secepat konvoi Aliansi yang terbantu angin.
Semakin dekat kedua pihak, semakin banyak kapal yang tenggelam karena efek kerusakan dari peluru meriam semakin besar. Terlebih lagi jika tertembak oleh meriam khusus yang menggunakan 'serbuk ajaib'. Kapal bisa tertembus dari haluan sampai ke buritan.
Laksamana Nels berdiri di anjungan kapalnya yang melaju kencang dengan pistolnya yang sebesar bazoka dalam keadaan siap menembak saat petugas pengamat datang menghampirinya.
"Pak, ada sebuah kapal yang datang dengan kecepatan tinggi," lapor prajurit itu seraya menyerahkan teropong pengamat, "dari arah Barat."
LautanKata
Laksamana Nels menerima teropongnya dan mengamati tamu yang tidak diundang itu."Bentuk layar itu...dan bentuk haluan itu yang tanpa meriam tapi menggunakan torak... kapal Mata Angin!!!" seru Laksamana Nels terperanjat sampai teropong dalam genggamannya terjatuh. "Sedang apa 'dia' di sini?"
"Pak, ada pesan dari Laksamana Besar Lunino," lapor petugas komunikasi yang datang membawa pesan yang dibawa oleh merpati laut.
Laksamana Nels membaca pesan itu dan kemudian ekspresi wajahnya berubah jadi sangat menakutkan.
"Apa-apaan 'dia' ini. Apa perang ini akan menjadi sia-sia belaka?" geramnya.
Beberapa perwira yang bersama Laksamana Nels kebingungan akan reaksi komandannya setelah membaca pesan itu. Tiba-tiba sebuah tembakan tepat mengenai satu dari tiga tiang utama kapal yang berada paling depan. Tiang itu roboh kebelakang tapi untungnya tersangga oleh tiang lainnya. Kecepatan kapal menjadi berkurang. Hal ini menyadarkan Laksamana Nels akan situasi yang dihadapinya.
"Jika memang perang ini sia-sia, jangan sampai nyawa pelaut yang sudah gugur menjadi sia-sia juga. Gempur musuh dengan kekuatan penuh!!!" seru Laksamana Nels berapi-api.
Sementara itu, kapal yang baru datang, Mata Angin, menerobos celah di antara dua konvoi yang sudah berjarak tak lebih dari setengah mil laut. Kapal itu kemudian berbelok ke Utara dengan torak mengacung di haluannya. Tak lama kemudian, benturan terjadi.
Torak kapal Mata Angin dengan mudahnya menghancurkan kapal uap ukuran sedang yang berada di jalurnya. Kemudian kapal dibelakangnya tak luput juga dari terjangan kapal Mata Angin. Bersamaan kapal kedua yang diterjang Mata Angin tenggelam, kedua konvoi berbenturan. Pertempuran brutal pun terjadi.
LautanKata
Puluhan kapal dengan cepat hancur dan tenggelam bersama ribuan pelaut yang gugur. Suara dentuman meriam yang tidak ada henti-hentinya kini di temani suara tembakan pistol, dentingan pedang dan teriakan pilu para prajurit yang meregang nyawa. Menciptakan melodi kematian yang mengerikan.Kapal Mata Angin menerobos semakin jauh kedalam konvoi Koalisi. Sebuah tembakan meriam mengenai roda dayung di buritannya dan dengan efektif menurunkan kecepatan kapal itu. Segera saja Mata Angin menjadi bulan-bulanan tembakan meriam kapal-kapal koalisi. Mata Angin mencoba membalas dengan menembakkan meriamnya yang kekuatanya bahkan melebihi meriam khusus dengan 'serbuk ajaib'. Setiap tembakannya mampu menembus dan menghancurkan sampai dua-tiga kapal sekaligus.
Mata Angin mampu menenggelamkan hampir 50 kapal Koalisi sampai pada akhirnya kapal itu terbelah menjadi dua setelah dibombardir tanpa ampun. Seluruh orang dalam kapal itu dengan keteguhan yang luar biasa tidak meninggalkan kapal mereka yang mulai tenggelam. Dan sebuah tembakan meriam lagi, yang mungkin mengenai gudang penyimpanan mesiu, menciptakan ledakan yang luar biasa dahsyat. Seakan-akan kapal Mata Angin memuat ratusan tong serbuk ajaib.
Pertempuran mendadak berhenti saat semuanya mengetahui kapal Mata Angin meledak berkeping-keping. Secara spontan mereka memberi penghormatan pada kapal dan pelautnya yang hebat itu, yang tersisa puing-puingnya saja dan mulai tenggelam.
Sesaat setelah kapal Mata Angin tenggelam, terdengar lagi suara tembakan yang memicu pertempuran untuk berlajut. Tapi, itu tidak lama karena dari tempat tenggelamnya kapal Mata Angin, tiba-tiba muncul pusaran air yang dengan cepat menjadi pusaran air raksasa yang diameternya meliputi hampir seluruh area pertempuran.
Segera saja pusaran air raksasa itu menelan semua kapal yang ada di atasnya. Saat pusaran air itu semakin bertambah besar, tak disangka-sangka arus dari pusaran air itu melemah dan perlahan-lahan menghilang.
Pusaran air itu menghilang secepat kemunculannya. Membawa serta ratusan kapal bersamanya. Hanya tersisa tak sampai satu armada kapal dari masing-masing konvoi. Entah siapa yang memulai, bendera abu-abu berkibar dari kedua belah pihak. Menandakan gencatan senjata dan berdamai.
LautanKata
Kapal-kapal yang tersisa mencoba mencari teman mereka yang selamat—yang tidak ikut terisap oleh pusaran air—di antara ratusan mayat pelaut yang terapung-apung. Laksamana Nels yang selamat setelah di tolong kapal anak buahnya ikut mencari sisa-sisa pelaut yang mungkin masih hidup. Wajahnya yang sangar tidak mampu menyembunyikan kesedihannya. Tangan kekarnya dengan lemah mendayung sekoci penyelamat yang digunakan untuk melakukan pencarian."Di Ujung Dunia semua dimulai, dan di Ujung Dunia semua berakhir. Dan akhir dari ini semua adalah awal yang baru bagi kita semua," gumam Laksamana Nels.
Cerbung oleh Jannu A. Bordineo
Sebelumnya | SelanjutnyaProlog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.