Tubuhku menghempas tanah dengan kerasnya. Disusul dengan pedangku, yang tadi terlempar tinggi di udara, menghujam tanah hanya beberapa centi dari pipiku. Nafasku tersengal-sengal. Dada terasa sesak akibat pukulan-pukulan dari lawanku.
Lautan Kata
Dan lawanku itu, kulihat dia diam saja setelah melancarkan serangannya yang sangat mematikan itu. Tanpa ekspresi, dipandanginya diriku yang terbaring tak berdaya di tanah. Aku rasa dia tahu, serangannya membuatku tak bisa lagi bergerak.
"Tunggu apa lagi? Bunuhlah aku sekarang!" teriakku pada pendekar tak dikenal itu. Usahaku itu membuatku tak mampu lagi menahan desakan di dada ini. Aku terbatuk, dan berdarah.
Lautan Kata
Sepertinya, tanpa dibunuh pun aku tak akan mampu bertahan lagi. Luka-luka dalam akibat pertarunganku sebelumnya sudah terakumulasi menjadi cukup parah. Dan serangan tadi, walau tubuhku dalam kondisi fit sekalipun tidak akan mampu bertahan. Apalagi dengan kondisiku yang memang sudah terluka terlebih dahulu. Aku rasa aku akan menemui ajalku kali ini.
"Aku tak sudi mengotori tanganku dengan membunuh makhluk hina sepertimu," kata pendekar itu setelah diam cukup lama. Dia berbalik pergi setelah mengatakan hal itu.
"A..Apa yang kau maksud?" Dengan susah payah aku bersuara. Nafasku semakin cepat. Tubuhku gemetar hebat. Dan pandanganku mulai mengabur.
Lautan Kata
Pendekar itu berhenti. "Aku tahu motivasimu bertarung," katanya tanpa membalikkan badan, "dan karena itu aku tak sudi membunuhmu." Setelah itu dia kembali berjalan. Meninggalkanku yang meregang nyawa.
Cerpen oleh Jannu A. Bordineo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang santun dan sesuai dengan isi tulisan.