Opini oleh Jannu A. Bordineo
Luar biasa sekali hingar-bingar pilpres kali ini. Luar biasa kampanye hitamnya. Kedua kubu sama-sama kuat upayanya dalam menghitamkan lawan. Celakanya, pemilih pemulalah yang menjadi korban. Usia mereka yang rata-rata masih remaja mudah sekali terpengaruh.
Bercermin dari kejadian di atas, kampanye hitam yang sebelumnya hanya dilakukan oleh simpatisan partai/capres di internet, kini media memainkan perannya. Jika simpatisan melakukan kampanye hitam langsung menyerang sang lawan terang-terangan, walau berbekal fakta ngawur. Tidak demikian dengan media. Mereka menyerang secara halus—menghindari pasal pencemaran nama baik. Tapi justru inilah yang lebih berbahaya.
Tentu tidak semua orang bersikap sama. Mereka terbawa arus permainan. Dan inilah yang menjadikan media sebagai alat kampanye yang paling berbahaya.
Saya sekedar memperingatkan, agar pembaca tidak salah pilih nantinya, agar tidak mudah tertipu berita bohong ke depannya. Bahkan saat pembaca memilih sesuai hati nurani, tidak ada yang menjamin isi hati masih murni atau—tanpa sadar—telah terkontaminasi oleh opini yang sengaja dibentuk pihak tertentu. Tidak ada salahnya menjadi waspada.
lautankata.com
Ada seorang teman di jejaring sosial ternama, masih usia sma, dengan lantang menyuarakan dukungannya terhadap salah satu capres. Dengan fanatisme khas remaja dia memberi dukungan diiringi pendapat pribadinya mengenai sang capres pilihan. Eh, belakangan dukungannya terhadap capres yang bersangkutan layu, bahkan mati, setelah melihat tayangan negatif tentang sang capres di televisi. Usut punya usut, tayangan itu ditayangkan oleh stasiun televisi yang mendukung capres satunya. Ada dua kemungkinan yang akan terjadi pada teman saya itu, akan pindah haluan atau menjadi golput. Perkiraan saya lebih pada kemungkinan kedua.Sumber gambar. |
lautankata.com
Saya memang masih muda. Masih baru lepas dari usia remaja, atau malah mungkin masih dalam usia remaja. Tapi saya selalu menanamkan sikap waspada dan menelaah setiap berita yang saya terima. Bukan tanpa sebab. Sejak saya tahu media sarat akan kepentingan penguasa/pemilik, mengenal—lalu mendalami—yang namanya pembentukan opini, sejak saat itu pula saya kehilangan kepercayaan terhadap media massa.Tentu tidak semua orang bersikap sama. Mereka terbawa arus permainan. Dan inilah yang menjadikan media sebagai alat kampanye yang paling berbahaya.
lautankata.com
Paranoid? Tidak juga. Paranoid dan waspada itu berbeda... tipis.Saya sekedar memperingatkan, agar pembaca tidak salah pilih nantinya, agar tidak mudah tertipu berita bohong ke depannya. Bahkan saat pembaca memilih sesuai hati nurani, tidak ada yang menjamin isi hati masih murni atau—tanpa sadar—telah terkontaminasi oleh opini yang sengaja dibentuk pihak tertentu. Tidak ada salahnya menjadi waspada.
"Kuasailah media, maka kau akan menguasai dunia."
media emang udah gak bisa dipercaya 100% lagi. karena bos medianya juga ikut dalam kancah politik susah buat netral
BalasHapuskembali ke diri kita masing-masing. harusnya kita cek dan recek berita yang kita dapat.
Hapus